TUNTASKAN PERMASALAHAN GREY AREA PERAWAT!


Profesi perawat adalah salah  satu tenaga kesehatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Perawat adalah tenaga profesional yang memiliki body of knowledge yang khusus dan spesifik. Dan dalam menjalankan praktik profesinya memiliki tanggung jawab dan tanggung gugat, sehingga perawat juga sangat terikat oleh aturan-aturan hukum yang mengatur praktik tenaga kesehatan. Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan secara menyeluruh berkontribusi pada pelayanan kesehatan melalui praktik keperawatan. Praktik keperawatan merupakan suatu tindakan keperawatan profesional yang dilandasi oleh kaidah ilmu pengetahuan, kode etik dan etika keperawatan, yang merupakan pedoman bagi perawat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga dapat menjamin masyarakat mendapatkan pelayanan yang bertanggung jawab dan etis.
 Tumpang tindih antara tugas dokter dan perawat masih sering terjadi dan beberapa perawat lulusan pendidikan tinggi merasa terjebak dalam grey area karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan kewenangannya. Hal inilah yang menguatkan anggapan bahwa semua perawat memiliki pengetahuan dan  keterampilan yang sama tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki. Tugas tenaga kesehatan berdasarkan ketentuan Pasal 50 UU 23/1992 adalah menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahliannya dan atau kewenangannya masing-masing. Agar tugas terlaksana dengan baik, Pasal 3 PP 32/1996 menentukan setiap tenaga kesehatan wajib memiliki keahlian dan keterampilan sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikannya yang dibuktikan dengan ijazah.
Dan sedikit penyinggung RUU-KUHP  yang cukup menggelitik Indonesia beberapa hari lalu terdapat pasal pasal yang cukup lucu bagi seorang perawat contonya pada RUU-KUHP  Pasal 276 “Setiap Orang yang menjalankan pekerjaan menyerupai dokter atau dokter gigi sebagai mata pencaharian baik khusus maupun sambilan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V”. Pernyataan “menyerupai” pada ayat di pasal tersebut terkesan multitafsir, yang dimaksud menyerupai adalah bukan dokter yang memberikan pengobatan, namun realitanya tindakan perawat yang “abu-abu” seperti tindakan sirkumsisi. Apakah wewenang perawat atau wewenang dokter?
Terkait izin praktik memang telah diatur di UU Nomor 38 Tahun 2014. Tapi batasan mengenai praktik keperawatan sampai sekarang banyak yang abu-abu. Contoh  tadi, sirkumsisi itu kewenangan siapa?. Sementara di UU No 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, kita diperbolehkan melakukan tindakan medis hanya apabila kondisi darurat. Namun kenyataannya Perawat Misran masuk penjara karena dia gagal membuktikan bahwa tindakannya itu gawat darurat dan juga kenyataannya di lapangan, kasus hukum perawat terbanyak adalah pada saat melakukan tindakan pendelegasian. Contoh kasus Perawat Meutiah di Aceh.
Masalah grey area di profesi  seharusnya sudah terselesaikan dengan Konsil Keperawatan, karena tujuan dibentuk Konsil Keperawatan ini adalah, "Untuk meningkatkan mutu Praktik Keperawatan dan untuk memberikan perlindungan serta kepastian hukum kepada perawat dan masyarakat  (BAB IX, Pasal 47, Ayat 1, UU No. 38 Tahun 2014). Sedangkan fungsi Konsil Keperawatan sebagai pengaturan, penetapan, dan pembinaan perawat dalam menjalankan Praktik Keperawatan. Mengutip dari UU No.38 Tahun 2014,  Pasal 63, tertulis bahwa, "Konsil Keperawatan dibentuk paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan." Artinya, Konsil Keperawatan harus segera dibentuk, sebab batas waktunya pada bulan Oktober 2016. Konsil Keperawatan adalah amanat Undang-Undang yang tidak boleh diabaikan oleh penyelenggara negara, demi terciptanya Praktik  Keperawatan yang bermutu, dan perlindungan serta kepastian hukum kepada perawat dan masyarakat (AntonWijaya).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tim Perwakilan HIMIKA SSG Berhasil Meraih Juara 1 KTI dan Poster Ilmiah di PILKETNAS Tanjung Pura

Open Recruitment Futsal Klub

STANDAR DIANGNOSIS KEPERAWATAN INDONESIA